Monday, October 25, 2010

Kabur..

Hari ini,.. hari Senin..

Selagi otakku masih ingin menikmati senin ini dengan caranya sendiri.. selagi pantatku masih menyesuaikan posisi yang pas dibangku kerjaku pagi ini, dan selagi hatiku masih dipenuhi euforia weekend dengan keluarga dan membaca ulang 'Eclipse' untuk kesekian kalinya...

Dengan ini aku mengumumkan informasi gak guna: Aku mengekspor semua data dalam blog ini ke blog pertamaku dulu http://mbakpuak.wordpress.com.

Kenapa?
Karena aku ingin.


Sudah ya,.. aku mau kabur lagi..


Sekian.

Tuesday, October 19, 2010

Langkah


Jiwaku terganggu.
Kalau dulu sedikit tak beres dengan otakku, nah sekarang jiwaku.
Manusia pintar bilang, itu penyakit gila.

Benarkah begitu? Nggak juga, buktinya aku masih tahu sama duit, masih tahu sama vampir ganteng (baca: Edward Cullen), masih tahu nama-nama orang disekitarku, dan masih bisa ngitung jari tangan dan kakiku.

Yang kata orang 'live is never flat', yaah.. sedikit banyaknya boleh kubilang: benar juga.
Aku sombong. Catat itu, supaya setan bangga mengetahuinya.
Aku pikir hidupku belakangan ini cukup aman untuk dipertahankan. Flat. Biasa saja.
Yang penting aku happy.

Tapi kisanak, yang kata orang 'no body cares when tears of the clown falls down' (Jiahh,.. Mariah Carey banget), aku bisa bilang itu bener juga.
JADI, maksudmu aku baduuutt?????... Gini, pintarlah dikit, jangan terlalu diambil hati kalau orang menyebutkan istilah yang aneh2. Itu biar keliatan lucu sebenarnya.. hihihi... (semoga ini bukan salah satu ciri penyakit gila itu).

Ada beberapa waktu jalanku selalu mulus. Aku menyelesaikan masalah2ku dengan baik. Apa yang aku inginkan secara mendadak, simsalabim abrakadabra, terpenuhi. Rasa syukur selalu terucapkan, disetiap doa yang terucap sekalipun harus meladeni pikiran yang bercabang kemana-mana.

Audience: Pertanyaan!.. Pertanyaan!

Puak: 'yak, yang baju merah! silahkan..' (dari tampang, kayaknya idiot)

Baju Merah: dimana letak nya jiwamu yang terganggu??

Puak: *pasang muka ramah, - don't judge a book by its cover, puak*

Ok.. ada sesuatu di tempat yang agak tinggi dari jalanku yang kubilang mulus ini, yang penasaran ingin kuraih. Malaikat dan Setan dalam diriku sempat berdebat kusir apakah aku harus meraihnya atau tidak. Lucu, aku yang punya hajat, mereka yang ribut. Pening aku, bah!

Ternyata, jalan menuju kesana tak semudah yang kukira. Ada saja yang membuatku tersandung, terjatuh, bahkan terluka. Padahal kalian tahu?.. aku hanya berjalan!. Tidak naik ojek, ataupun nebeng taksi lewat ber'tarif bawah' atau juga terbang digendong Edward.. (ehm)

Duduk ditepi tebing dengan air sungai deras di bawah sana, aku istirahat dan merenung. Tenang saja, aku tak berniat menjatuhkan diri dan mengakhiri hidupku sia-sia dengan meloncat ke bawah. Aku hanya butuh mengistirahatkan dengkul dan betisku serta sedikit merenung.

Jika dengan berjalan kaki saja aku sudah begitu merasa lelah, apalagi berlari. Berkuras energi.
Nah, baju merah, bisakah kau lihat sekarang, kalau jiwaku terlihat terganggu sekarang??

Aku masih duduk di tepi tebing, aku belum melanjutkan langkahku.
Aku masih terpana dengan pemandangan di sekitarku.

*terdengar audience kecewa*
.

.

Tuesday, October 12, 2010

Tentang Puak dan Edward (3)

Aku mau tanya. Apa yang membuatmu bisa tidak menyukai orang lain?.. Penampilannya kah?.. Kelakuannya kah?..
Ah, lupakan pertanyaan itu. Aku hanya berharap, itu adalah kalimat pembuka yang bagus, di saat aku sibuk dengan strategi, presentasi, dan activity plan .. dan di saat aku tidak punya ide menulis apapun, selain karena Riris Ernaerni yang terlahir bawel itu menagih janji, seperti debt collector koperasi simpan pinjam  di ... FACEBOOK!


Cerita sebelumnya:
- Tentang Puak dan Edward (1)
- Tentang Puak dan Edward (2)
............

Aku nyesel sebenarnya nulis kata 'bersambung' di akhir cerita dan nomor di belakang judul : Tentang Puak dan Edward. Seperti berhutang budi. Padahal, cerita aku dan Edward kan nggak mengalir begitu saja. Harus melalui proses mimpiin Edward dulu, trus dia datang, dan meninabobokkanku.
*ngasih kantong buat yang mabuk laut*

Jadi cerita Edward gendong aku itu bener adanya. Rencana semula memang gendong depan, tapi karena baru pertama kali gendong aku, dan dia takut terjadi bahaya nyungsep waktu landing, jadilah aku gendong di belakang saja. Kita melayang menuju parkiran dimana jaguarku diparkir.

Jaguar.. kalian tahu jaguar itu kan?.. bukan, bukan pelawak.. itu Cagur, bodoh!.. tapi mobil mewah!.. ah, bisa kutebak,.. di mimpi pun bahkan kamu tak pernah merasakan menumpanginya apalagi mengendarainya. Benar, kan??

Siang itu Jakarta macet, panasnya terik, tapi nggak berasa kalau dalam gendongan Edward. Tapi.. memang, setelah landing nggak ada bedanya seperti habis naik bajaj. Getarannya sama, baunya sama dan kusutnya juga sama. Sampai di parkiran, udah kayak orang2an sawah.. sumpah, nggak ada satupun burung pipit yang melirik.

"Puak?..", tanya lelaki ganteng itu. Dia masih menggendongku. Aku masih bengong.
"Puak?.. Beib?", tanyanya lagi. Ah, nikmatnya panggilan itu. Aku menguatkan pelukanku di lehernya.

Edward melirik ke belakang, wajahnya hanya berjarak 20 milimeter dari wajahku. "Aku pegel. Bisa turun dulu nggak.. kalau kau nggak turun, kita berdua bisa ambruk, puak..".

Aku tersenyum. Manja. Membayangkan ambruk berdua saja, sudah membuatku berdenyut di beberapa titik. Malu dengan lamunanku sendiri, aku pun melorot dari punggungnya.

Tak berapa lama kemudian, kami sudah berada dalam Jaguar itu. Dia berada dibelakang kemudi. Aku duduk disebelahnya. Sesekali dia memandangku dengan matanya yang hijau itu. Ganteng sangat. Ingin salto ditempat rasanya dipandang seperti itu.

"Kok kamu liat-liat aku sih?". Semoga ini salah satu kalimat romantis yang pernah ada.
Dia tersenyum.

"Emang kalau aku lihat kamu, kamu selalu gelisah seperti itu ya?", tanyanya.

"Nggak juga.. aku merasa cantik aja dipandang begitu", jawabku polos. [Begini ini nih, yang suka bikin semua skenario melenceng]

Edward ngakak. Ngakak aja ganteng, bok!.
"Kamu pede ya, puak... aku suka". [Puak: Alhamdulillah, Ya Allah!]

"Belok kiri, Edward.. ", ucapku waktu kami hampir melewati sebuah perapatan. 
"Kamu tinggal di daerah sini, Puak?", tanya Edward ketika melewati rumah2 megah dan mewah di kanan kiri jalan yang kami lewati.

Aku menggeleng sambil menjawab,"nggak.."

"Trus..??"

"mau naro jaguar di kandangnya..",
jawabku santai.

"aku nggak ngerti".


"kau pikir jaguar ini punyaku?.. ini punya boss-ku. Mau tak balikin, tadinya ban depan sana bocor.. aku disuruh bawa ke bengkel khususnya.. trus, langsung tak bawa meeting.. dan sekarang mau tak balikin...
hmmm.. jangan bilang kalau kamu cowok matre Edward....".


Edward menggeleng. Menyesal?
"Nggak.. aku bisa punya lebih dari ini. Aku cuma mikir.. setelah kita mengantar jaguar ini.."

"Emang kenapa, setelah itu?",
tanyaku heran. Bulu kudukku meremang.

"Kamu nggak tahu?"

"nggak..".
Mati deh gue, kalau tahu umpannya Jaguar, mending tadi nggak dibalikin dulu.

Ia menarik nafas, bibirnya menahan tawa sekaligus duka.
"Aku nggak tahu, ungkapan ini pas apa nggak.. hmm.. luka lama berdarah lagi".

"luka?.. ini ada hubungannya sama masa lalu kamu?"

"berarti ungkapan tadi salah. bukan, puak.."

"trus..?.. jangan berbelit2 dong.. mati penasaran kata orang nggak enak, tauk!"

"hihihi.. kamu yakin nggak tersinggung?.. aku pembunuh tubuh, tapi bukan pembunuh hati dan jiwa, puak.."


Ini bukan rasa takut lagi yang timbul. Gemes. Ganteng tapi pekok. Ngomong aja ngelantur kemana-mana.
"Udaahh.. ngomongnya buruan. Udah mau sampai tuh.."

"Nanti aja ya, kalau udah nyampe dan kamu balikin jaguar ini", jawabnya santai.

"ok..".


Setelah aku mengantar jaguar itu dengan sejumput tips dari pembokat rumah (kirain sopir beneran kali), aku melangkah cepat menuju pohon dimana Edward sedang menungguku.

"Sekarang apa?", tanyaku menahan sabar.

"Kita jalan kaki aja, ya?". Ia memohon dengan tatapan ingin dikasihani.

"Dodol!... bilang aja sih, kalau punggungmu masih pegel gendong aku tadi..!!", ucapku sambil melipat tangan di dada. Sebel. "Ayolah, jalan. Nanti kalau ada mikrolet.. kau yang bayar ongkosnya ya!", ancamku.

Edward tidak menjawabku, tapi memelukku sebagai ungkapan terima kasihnya dan bersedia bayar ongkos mikrolet.
Akhirnya sore itu aku berjalan bergandeng tangan dengan Edward.

Bersambung, gak ya? :D

Monday, September 20, 2010

Laksmi

Cerita bagus dari De Mello.. simaklah..

---------------


JAWABAN DEWI LAKSMI YANG TERTUNDA

Tidak ada gunanya doa kita dikabulkan kalau tidak dikabulkan pada waktu yang tepat:

Di  zaman  India kuno banyak tenaga dicurahkan untuk upacara Yeda yang  dikatakan  begitu  ilmiah  dalam pelaksanaannya, hingga  kalau  para  orang  suci  berdoa  mohon hujan, tidak pernah ada  kekeringan.  Demikianlah  seseorang  mencurahkan usaha  mau  berdoa,  sesuai  dengan  upacaranya, kepada dewi kekayaan, Laksmi, dan mohon supaya dijadikan kaya.

Ia berdoa  tanpa  hasil  sepanjang  sepuluh  tahun  lamanya. Sesudahnya setelah waktu berlalu, ia tiba-tiba melihat sifat tipuan pada kekayaan itu dan memilih hidup sebagai petapa di pegunungan Himalaya.

Ia  duduk bermeditasi pada suatu hari, dan ketika ia membuka matanya ia melihat di depannya  luar  biasa  seorang  wanita cantik,  gemilang dan gemerlapan seakan-akan ia terbuat dari emas.

"Siapa engkau itu dan engkau berbuat apa di sini?" tanyanya.

"Aku ini dewi  Laksmi,  yang  kau  hormati  dengan  mendaras kidung  nyanyian  selama  duabelas tahun," kata sang wanita,
"Aku ini menampakkan diri untuk mengabulkan keinginanmu."
 
"Ah, sang dewi tercinta,"
seru  orang  itu.  "Aku  sekarang sudah mendapat berkat bermeditasi dan kehilangan keinginanku akan kekayaan. Engkau  datang  terlambat.  Katakan,  mengapa engkau datang begitu lambat?"

"Untuk  berkata kepadamu sebenarnya," jawab sang dewi, "Jika ingat akan  sifat  upacara  yang  kaulakukan  begitu  setia, engkau   sepenuhnya  pantas  menjadi  kaya.  Tetapi,  karena cintaku kepadamu dan keinginanku akan kesejahteraanmu,  maka kutahan dulu."

Jika  anda  boleh  pilih, maka yang anda utamakan pengabulan permohonan  anda  atau  rahmat  tetap  berdamai  entah doa dikabulkan atau tidak?
                   (DOA  SANG  KATAK 1, Anthony de Mello SJ,
                        Penerbit Kanisius, Cetakan 12, 1996)




Friday, September 17, 2010

When Puak loves vampires..

---------

Tertawalah. Biar tidak stress. Itu obat manjur, kata orang.
Itu juga kuanjurkan sebelum membaca tulisanku hari ini.

Tanya kenapa. Iya, kenapa? Kenapa aku suka vampire, yang juga disebut drakula, blood sucker?
(aku tahu, kau sudah tahu kenapa. Karena jawabannya udah ditenggorokanmu dan tinggal menghamburkannya di depanku.. iya kan?)

Padahal, vampire itu ceritanya adalah mahluk yang menakutkan, mahluk abadi yang bisa terus hidup dengan meminum darah manusia normal.
Padahal akupun pernah nonton film Interview with Vampire - nya Brad Pitt waktu masih sekolah dulu. Film menjijikan yang aku tidak mengerti jalan ceritanya. Jadi, jangan tanya aku lagi. Lupa. Tak berkesan.

Tiba-tiba saja, ketika aku sudah berusia segini, punya suami, punya anak, aku terserang demam parah.
Terserang fenomena Twilight Saga!. Aku terserang demam parah ini ketika aku tidak lagi remaja.
Salahkan Stephenie Meyer!.. Dia membuatku dan jutaan wanita muda dan tua di dunia ini gila mendadak.

Lalu salahkan teman kantorku Joy Siahaan itu. Beberapa bulan yang lalu, dia bilang gini: "New Moon filmnya itu bagus, Puak. Nggak bohong aku, tapi nontonlah dulu Twilight biar kau tahu jalan ceritanya".

Nggak bohong, katanya. Berarti layak dipertimbangkan oleh akal sehatku.
DVD Twilight itu akhirnya terselip diantara beberapa DVD lain yang aku beli pulang kerja di salah satu ITC.

Walaupun nyaris tak tersentuh, karena aku kurang begitu suka film 'bo'ongan' (hihi.. padahal semua film bo'ongan, dodol!), aku menontonnya jauh setelah film2 lain habis kutonton.
Apa lacur, Edward Cullen membuatku lupa cara mingkem dan berkedip yang benar.

Sini, mendekatlah!.. kukasih tahu.
Kenapa aku suka Edward Cullen?.. *tarik nafas, dengan pikiran menerawang jauh*
Karena dia bisa mendidihkan darah mudaku.
Hahaha.. mendidih!.. kesannya bernafsu dan beracuunn!..

Gini,..
Seakan-akan, ada first love yang tertinggal.
Seakan-akan, ada first love yang terlengkapi.
Seakan-akan, aku boleh mundur kemasa-masa sekolah dulu.
Mendadak romantis.
Dan aku boleh menghalalkannya..

Singkat cerita, jadilah aku punya DVD Twilight, DVD New Moon, dan lengkap dengan 4 buku novelnya.
Aku menonton dan membacanya berulang-ulang. Edward seakan-akan nyata dalam alam khayalku.
Sampai aku rela mengantri premier Eclipse dan berebutan dengan para ABG. Sendiri!.




Nah, sekarang. Kalau saja si Stephenie Meyer itu melanjutkan cerita Twilight Saga ini, aku akan berterima kasih yang tulus padanya.
Dan sambil menunggu mukjizat itu terjadi, suatu hari aku mampir ke Gramedia. Mencoba menemukan at-least-sama-dengan Twilight Saga. Cerita vampir yang lain.

Banyak juga ternyata. Tapi pilihanku jatuh pada Darren Shan.
Aku beli 2 packet bukunya sekaligus yang berisi 8 buku cerita vampire.



Hahaha!.. ini cerita vampir menjijikan. Vampirenya kumuh, jelek dan mencoba menakut2iku.
Jauh berbeda dengan koleksiku yang pertama.

Blah!.. najis tralala.
Nantilah, kalau aku punya niat melanjutkan baca packet kedua yang berisi 4 buku itu, akan aku bahas di blog ini lagi.

Ada waktu, sodara?.. mendengar curahan hatiku tentang Edward Cullen?
Aku tunggu di YM!.. Mwaaach!



.
.

Hi Blog!


Kemana aja??.. yang punya libur, kau ikutan liburan pulak.
Tak terasa, liburan 10 hari itu berlalu begitu saja. Kemana?.. disini saja.

Aku lebih banyak menghabiskan waktuku bekerja keras, menyapu, ngepel, masak, melototin dan nungguin junior makan. Selebihnya aku membaca dan nonton. Korea! .. apa?.. iya, serial drama Korea sampai semalam suntuk, sampai sesegukan sendiri tengah malam.

Sesekali ngajak junior juga keluar rumah menikmati Jakarta dan sekitarnya yang lengang. Badannya boleh kecil, tapi semangat juangnya ngelayap seharian sama senior, kuacungin jempol. Seperti tak kenal capek.
Nah, tibalah malam.. ketika dia tidur. Ngigo gak jelas. Capek yang tersirat.

Menghabiskan waktu dirumah sepanjang hari berasa seperti perempuan dan ibu. Ah, juniorku,.. kau ternyata mahluk jahil, galak, tukang ngabisin kesabaranku, dan pemecah ketawa membahanaku. I love you. and your father too. *kedip2 ganjen*

Nah, blog,.. sudah kubuka hari ini dengan menulis seadanya.
Ayo, semangatlah! 
.

Thursday, September 2, 2010

SylLou [2]



Dulu. Setahun yang lalu, perempuan ini memboncengku dalam keadaan setengah mabuk di motornya. Aku memeluknya dari belakang, mengirup wangi rambutnya yang ditiup angin dan sepenuh harap dia akan menerimaku kembali.
Tapi, tidak mudah baginya ketika terluka untuk memaafkanku begitu saja. Ia menutup pintu rumahnya. Pintu hatinya.

Jangan bilang, aku bisa berlalu begitu saja. Jangan bilang, aku melupakan itu semua. Jangan.
Setahun bukan waktu sesaat untuk melenyapkannya dari celah-celah kosong dikepalaku. Setahun itu tidak mampu melemahkan titik-titik syarafku untuk melepaskannya. Karena aku memang tak ingin.

Aku belum tahu apa yang terjadi sesudah ini. Mengenal Lou tidak seperti melihat rumah kaca dengan isinya yang terlihat jelas. Ia tidak banyak bicara. Sepertinya hanya ada dia dan dirinya. Misteri bagiku. Tapi entah kenapa, tatapan matanya selalu menyentuhku. Aku bisa merasakannya di dalam hatiku.

Ketika mata itu menyiratkan luka, aku pun bisa merasakannya. Terlebih ketika akulah penyebabnya. Dia membuatku merasa bersalah lebih daripada kusangka. Dan tatapan itupun mampu membuatku pergi sesaat setelah pintu itu tertutup.

Saat ini, aku membawa Lou pulang kerumahnya. Saat ini, aku yang memboncengnya pulang dengan motornya. Dia memelukku dalam hening. Seperti biasa, aku menikmati keheningan ini. Aku bahagia bisa merasakannya lagi. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Nanti, sampai dia bicara dan menatapku lagi.

"Mau ke pantai?", tanya Lou ketika kami sampai di depan pagar rumahnya.
"Boleh.. kau tidak istirahat dulu?".
Dia menggelengkan kepalanya. Lalu tangannya meraih tanganku.
Kemudian kami berjalan menuju pantai. Dia memeluk tanganku. Matanya menatap jauh ke ujung pantai.
Aku tersenyum. Lou dan pantainya. Seperti dulu.

Kami duduk di pasir yang masih hangat. Langit berganti gelap kemerahan mengikuti matahari yang merambat turun di ujung sana.
Lou memeluk lututnya. Melindungi dirinya, seperti yang biasa dilakukannya. Dan mataku, tak lepas dan tak pernah puas memandangnya. Ini seperti mimpi bagiku. Mimpi yang berulang.

"Kenapa kamu mencariku, Syl?"
, tanyanya tanpa membalas tatapanku.
Aku diam. Bukan mencari alasan. Bukan berpikir. Aku masih menikmati mimpi ini dan tak ingin terjaga.

"Syl?", tanyanya lagi. Ia menolehkan kepalanya menatapku.
Aku mengangguk. "Carikan aku alasan itu, Lou.. kenapa aku berada disini. Bersamamu. Merasakan lagi saat seperti ini.."

"Kau akan kecewa, Syl. Bukan disini tempatnya kau bisa bahagia..", jawabnya. Ia kembali menatap kedepan.
"Kenapa?.. kau tak ingin?", tanyaku berbisik. Aku menghindari jawabannya. Apapun itu.
Tapi Lou hanya menggelengkan kepalanya.

"Kenapa, Lou?.. kau sudah menemukan lelaki itu?". Aku berbisik lagi. Aku tersakiti dengan pertanyaanku sendiri.
Sekali lagi Lou menggelengkan kepalanya. "Tidak ada lelaki lain.. aku juga tidak punya siapa-siapa untuk kucintai. Hanya aku."

"Tidak juga aku?"
"Kenapa kau datang lagi, Syl?..".
"Karena aku mencintaimu Lou. Aku minta ma...."
"Sssh.. aku sudah memaafkanmu. Kau lupa?"


"Jadi izinkan aku, Lou.."
Dia menyunggingkan senyumnya sedikit. Menggeleng lagi. Menolak lagi.

"Kau mau dengar kisahku?", tanyanya.
"Tentu saja. Apapun, Lou..", jawabku penuh harap.

"Sejak beberapa tahun yang lalu, aku menamakan pantai ini dengan nama Ben. Pantai Ben.", katanya membuka kisah.
Aku membiarkannya bercerita. Menikmati bibir itu bergerak mengungkapkan apa yang tidak bisa kubaca, yang tidak pernah ku tahu.

"Ben adalah seorang yang pernah kucintai. Lelaki yang mengisi kekosongan, kehampaan diriku setelah orang tuaku mengabaikanku. Masa kecil dan masa remaja yang menyedihkan. Dia seperti doa yang terjawab di sepanjang hidupku. Aku seakan punya tempat untuk menyandarkan kepalaku yang lelah. Ia mengobati luka hatiku yang membusuk bertahun-tahun lamanya. Dahagaku akan kasih sayang terpuaskan sudah sejak dia tinggal disini bersamaku..". Lou tersenyum. Matanya menerawang jauh, kembali pada masa bahagianya sendiri.

Ada rasa sesak didadaku mendengarkan kisah secuil yang sangat berarti ini baginya. Namun, kutahan bibirku berbicara. Belum tentu aku bisa merasakan Lou berbicara seperti ini. Akan kutahan sakitku sendiri.

"Kau tahu, Syl?.. ternyata bahagiaku terbatas. Alam semesta iri dengan kebahagianku. Sedemikian rupa cara, perlahan-lahan bahagia itu ditarik keluar. Lilin yang dulu menyinariku dipadamkan. Bahkan sumbunya ditarik demi menghancurkanku.".
Lou menarik nafasnya, menyembunyikan wajahnya diatas lengan yang masih memeluk kedua lututnya.

"Apa yang terjadi?"
tanyaku tanpa bisa menahan diriku lagi.

Hening. Aku menyentuh pundaknya. Menahan diriku memeluknya. "Sudahlah, jangan ceritakan lagi kalau itu membuatmu sedih", ucapku.

Lou mengangkat kepalanya, mengusap kedua pipinya dari air mata. Tanpa memandangku, ia meneruskan ceritanya. "Ben meninggal karena sakit parah. Dia meninggalkanku. Sebelum menutup matanya dia berkata sampai kapanpun dia tidak akan meninggalkanku. Dia akan selalu ada dirumahku, di halamanku, dikamarku, dan dipantai ini. Apapun istilahnya, dia memang selalu ada. Aku bisa merasakannya. Aku seakan bisa melihatnya. Terlebih ketika aku terluka."

"Tapi aku tidak bisa mengingkari bahwa dia memang sudah tidak ada. Perlahan, semakin hari semakin nyata ketiadaannya bersamaku.."

"sampai aku datang, menghiburmu dan kemudian melukaimu?..", sambungku.

Perempuan itu tersenyum sendu menatapku. Lagi, ia menggelengkan kepalanya, dan menurunkan kedua lututnya.
Ia menepuk lembut pahanya. "Sini, rebahkan kepalamu. Kau terlihat lelah, Syl."

Dengan patuh, aku membaringkan kepalaku dipangkuannya. Ada kelegaan disana. Aku menutup kedua mataku.
Rasa bersalah itu masih menghalangi pandanganku dari matanya.

"Kau rindu aku?",
tanya Lou lembut. Tangannya mengusap rambut dari keningku.
Aku mengangguk. Aku tidak akan berkata apa-apa dulu, Lou. Saat ini terlalu indah bagiku.


Tuesday, August 31, 2010

Tentang Puak dan Edward (2)


Cerita sebelumnya: Puak bertemu dengan Edward pertama kali. Klik disini.
[Bacalah itu dulu, baru kembali kesini. Kalau tidak, kau akan gila sendiri tanpa teman]

------------------------


Aku masuk ke dalam bus AC yang mengarah ke daerah rumahku. Jam 3 siang ini bis AC itu hanya berpenumpang tak lebih dari 10 orang.
Aku duduk 3 bangku dari depan dan merapat dekat jendela. Perlahan, hawa panas di luar tadi mulai berkurang karena bus yang nyaris kosong ini terlalu cepat mendinginkannya.

"Ehm.. Puak..". Ah, suara itu. Suara lelaki tadi. Aku mengerjapkan mataku sejenak, menyadari itu bukan suara dari isi kepalaku.
Dan ketika menolehkan kepala, disitulah dia. Lelaki bule, ganteng dan bermata hijau lembut itu duduk di bangku seberangku.
Ia tersenyum dan jantungku berdebar. Takut.

Teriak, Puak!.. kata hatiku. Ngawur, gimana kalau dia cuma ilusi. Kalau aku teriak terus dia menghilang, malu ama sopir ama kenek, tahu!..  balas jantungku. Heeh, ini hati ama jantung, kok bisa ngobrol sih.. debat paru. Cukup!.. bisikku pada ketiganya.

Aku mengalihkan pandanganku ke jendela. Dalam 3 detik, tahu-tahu lelaki itu sudah duduk disebelahku.
"Kamu takut, kan Puak?"
"Nggak"
, jawabku tanpa melihatnya. Hidungku mencoba menghirup baunya. Tidak ada bau peti mati atau campuran kembang 7 rupa seperti harapanku. Baunya wangi parfum mahal khas cowok macho. (tidak mau beriklan parfum, padahal nggak hapal merk parfum cowok apapun :D )

"Bau darah?... kau nggak menciumnya juga?", tanyanya menoleh kepadaku. Sengaja. Lalu tertawa.
"Maksudmu?", tanyaku.
"Aku tidak berbau peti mati dan kembang tujuh rupa, kan?.. gimana kalau bau darah?"
"Kamu tuh siapa sih?.. kok kamu bisa tahu namaku, apa yang ada dipikiranku?"
tanya ku heran. Sekarang aku memandangnya.

Ia menggeserkan badan, dan mengulurkan tangan kanannya. "Aku vampire, dan namaku Edward..", ucapnya sambil menatapku.
Dih, melihatnya memandangku saja, sepertinya pengen jatuh dalam pelukan dada bidangnya. Jangan-jangan ini hipnotis jenis baru.

Lelaki bernama Edward itu tersenyum, menggoyangkan tangannya. Mengingatkanku. Dengan gemetar akhirnya aku menyambut tangan berkulit putih itu. "Aku manusia, masih perawan, dan namaku Puak", jawabku. (Nggak perlu kali dul, nyebutin perawan apa nggak).

"hehehe.." Edward nyengir. (tuh, kan. Nggak dibilang juga dia tahu kau masih perawan).
Aku tersipu malu. Merona seketika.

"Kamu mau kemana, Puak?"
tanya Edward.
"Pulang lah, kesempatan kalau dinas luar begini. Aku bisa pulang siang."
"Trus itu, mobil sedan Jaguar di parkiran tadi, punya siapa?"


(Haha.. lupa euy, kalau dalam cerita ini aku punya mobil sedan Jaguar!.. main ngebis aja. Kebiasaan.)

"Bukan mobil colongan, kan Puak?"
tanyanya lagi.
Waah, si Edward ini gak tahu kali ya, kalau Puak = emosian. Sensitif.

"Heeeh vampire!.. kau itu mau nyari korban apa cuma pengen menghina aku sih??," geramku. Mataku melotot.
"Tenang Puak.. aku hanya bertanya. Lalu sekarang gimana, mau kembali lagi kesana?"

Tanpa menjawabnya, aku berdiri dan meminta sopir menghentikan bis di halte berikutnya. (ceritanya, sopir bus jakarta pada tertib, tak mau berhenti kalau bukan di halte. sedap, kan?)

"Puak..".
"Ya?"..
jawabku seraya menarik leherku mencari taksi dengan tulisan "Tarif Bawah".
"Puak..".
"Ih, apaan sih, Puak Puak mulu"
, jawabku kesal. (sayang, atau beib kek sesekali)

"Gini lho, beib".
Halah.
"Kalau mau cepet, kamu aku gendong aja..."

Apaa???.. Edward mau menggendongku?? Romantisnyee..
"Yang bener?..", tanyaku tersipu. Ia mengangguk dengan senyuman memabukan itu.
"Gendong depan, ya?", tanyaku genit.

Edward menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Menimbang-nimbang.
"Kenapa?", tanyaku curiga. Aku tahu kenapa.

"Selain nggak pantas dan juga bukan mukhrim, kalau dengan postur tubuh seperti itu dan menggendong dalam posisi kamu memelukku dari depan, aku takut nyungsep, Puak. Berbahaya buat kita berdua."

Bener kan?. Ini soal fisik.

"Ya, udah. Belakang boleh deh. Tapi jangan bilang, ditengah jalan encokmu kumat. Kau akan tahu bagaimana rasanya nanti jalan ngesot. Aku punya ilmu untuk itu", jawabku kesal.

Edward ganteng itu menyunggingkan senyuman. Ah.. tak sabar rasanya terbang digendong Edward ngambil mobil sedan Jaguar trus bermesraan didalamnya.
.
Bersambung..

Tentang Puak dan Edward (1)

"Never cut a tree down in the wintertime. Never make a negative decision in the low time. Never make your most important decisions when you are in your worst moods. Wait. Be patient. The storm will pass. The spring will come" -Robert H. Schuller.

....

[Hmm.. mari lupakan dulu soal badmood yang sedang bergolak itu.
Aku mau gunakan sebentar otak kanan ini. Dan sebentar, aku mau menghayal.
*nenggak 1 strip antimo*]

Keadaannya sekarang, akan seperti ini.
Anggaplah aku masih lajang. Tidak terikat dulu dengan siapapun.
Kenapa?.. Ini dunia hayal Puak. Puak Cullen.
Seperti yang kubilang, blog ini akan memunculkan banyak karakter seorang Puak.
Terserah kemudian aku akan disebut apa. Tapi tolong catet, no personality disorder. Gila, iya.. hahaha.
(kalem..)

Jadi, kali ini aku tetap menjadi Puak Cullen. Meski aku menyandang nama Cullen, aku belum menikah dengan Edward Cullen.
Aku hanya kege-eran memakai nama itu karena suatu hari aku percaya Edward bakal menikahiku. (Ingat! Aku dianggap lajang saat ini).

Pada awal aku bertemu dengan Edward, dia sudah berstatus duda. Dia tidak lagi menikah dengan Bella karena wanita itu sudah mati di tangan vampire jahat. Seorang vampire baru yang masih tidak bisa menahan dirinya untuk membunuh siapapun. Manusia, hewan, bahkan vampire. Namanya Coro. Cukup keren untuk nama seorang vampire.

Waktu itu Bella lagi cekcok dengan Edward gara-gara Bella tak jujur. Mentang-mentang Edward tidak bisa membaca pikirannya, Bella menggunakan kesempatan itu untuk bisa berpacaran lagi dengan Jacob. Benar-benar tidak tahu diri.

Mungkin pernikahan itu memang sudah diambang kehancuran, jadi mereka pun pisah ranjang. Jarang bertemu. Mereka tidak lagi saling peduli, layaknya selebritis yang sibuk dengan urusannya masing-masing.

Ketika Coro membunuh Bella, Edward sedang berburu sendirian. Tadinya dia sedih, tahu Bella hancur berkeping-keping dan menyesal karena membiarkan Bella sendirian. Tapi, karena melihat Jacob waktu upacara pembakaran tubuh Bella, Edward merasa biasa saja. Hanya hampa.

Hari-hari pun berlalu. Edward merasa hidupnya kembali seperti dulu. Sendiri dalam malam panjang yang tak berujung.
Meskipun umurnya sudah 110 tahun, Edward tetap terlihat 25 tahun. (Disini dikisahkan sejak menikah dengan Bella, umurnya bertambah beberapa tahun dan diikuti dengan pertumbuhan fisik sesuai umur :D ).

Aku bertemu Edward di saat yang tidak pernah kusangka.
Siang itu, matahari sedang terik-teriknya. Panasnya minta ampun.
Aku ada meeting dengan customerku di salah satu gedung bertingkat 25 di jalan Sudirman, dan keluar dari sana sudah jam 2 siang.
Disekitar gedung itu ada taman kecil. Sebelum pulang, aku sempatkan ke taman itu dimana aku tahu ada tukang es cendol Bandung suka mangkal.

Abang tukang cendol menyerahkan gelas penuh es cendol ke tanganku tak lama setelah aku duduk disalah satu bangku taman. Sambil menikmati pemandangan, aku sedikit melamun jorok. Mengingat ketika customer ku pria bule itu sempat mencolek pantat sekretarisnya sebelum meeting dimulai. Aku tahu itu dibuat seperti tidak sengaja, tapi reaksi sekretarisnya yang melirik nakal dan manja itu menjijikan. Percayalah, aku tidak iri, dan tidak ingin, walau bule itu tampan. Mataku hanya tidak menerima bule itu mencolek pantat lelaki. Iya, sekretarisnya lelaki!. Gimana aku tidak berpikir jorok sesudahnya.

Friday, August 27, 2010

SylLou [1]



Hujan yang mulai menitik jatuh di permukaan luar dinding kaca, membuyarkan lamunanku.
Sudah hampir 30 menit aku menunggu di sini. Di sudut lobby sebuah gedung kantor yang megah.
Kopi dalam cangkir plastik ditanganku mulai berkurang uapnya. Aku menyesap dan menenggaknya sampai habis.
Berdiri dari kursi bar yang tinggi itu, aku melepaskan jas yang mulai membuatku berkeringat dan menyampirkannya dilengan kiri.

Aku melirik pergelangan tangan kananku. 5.30 sore. Orang yang aku tunggu belum juga keluar dari salah satu deretan pintu lift di seberang sana. Tidak ada janji hari ini. Aku hanya ingin menunggu dan melihat reaksi.

Dia tidak mungkin terlewat dari pandanganku. Aku pasti mengenalnya dari sekian banyak karyawan kantor ini yang mulai keluar masuk sejak 30 menit yang lalu.
Benar saja. Itu dia. Itu Louisa.

Perempuan itu tidak berubah. Penampilan sederhananya dengan raut wajah yang selalu menghantui malam dan kesendirianku.
Ia mengenakan kemeja pink lembut dan rok kerja selutut berwarna coklat. Rambut ikalnya dipotong sebahu.
Menawan. Aku sampai lupa apa tujuanku datang ketempat ini.

Ia berjalan keluar lobby menuju parkiran motor. Aku mengikutinya dari belakang dan menenangkan hatiku untuk mampu bersikap baik ketika hal yang tidak aku inginkan terjadi.

"Lou.. ", panggilku pelan dan percaya dia bisa mendengarnya.
Perempuan itu menoleh, diikuti gerakan badannya yang kini menghadapku. Matanya terbuka lebar. Terkejut menatapkanku.
Ia tersenyum!..

"Syl?, kau kah itu?"
, tanyanya nyaris berbisik.
Aku melangkah mendekatinya, membalas senyumnya yang kembali menggetarkan dadaku.

Mataku tak lepas menatap matanya. Masih mata yang dulu, sendu namun tegas memandangku.
"No hugs?" , tanyaku setelah kami berjarak hanya selangkah. Berhadapan. Aku membuka kedua lenganku.

Dan disana.. seperti yang aku harapkan. Lou menyambutku. Aku memeluknya dengan kerinduan yang semoga ia bisa merasakannya.
"Apa khabar, Lou?.." bisikku, merendahkan kepalaku sejajar dengannya.
Perempuan itu diam dalam pelukanku.

Beberapa detik kemudian ia melepaskan sentuhan tangannya dari punggungku. Menatap dadaku.
"seperti yang kau lihat, Syl. Aku baik-baik saja". Tersenyum, kemudian ia menatap mataku.

Lou, maafkan aku. Pandangan itu membuatku kembali merasa bersalah.
Aku berjanji Lou, takkan adalagi cerita sedih dan air mata.
Buka lagi pintu itu untukku. Biarkan aku masuk.

Tuesday, August 24, 2010

Lou | Pantai Ben



"Aku akan mati jika kamu pergi meninggalkanku..", ucapku sewaktu duduk berdua dengan Ben dikursi pantai di teras atas rumahku. Aku duduk bersandar pada dada Ben dan dia memeluk dari belakang. Kami menikmati senja yang berwarna kemerahan dan menunggu indahnya langit itu saat mataharinya tenggelam.

"Kita tidak bisa melawan takdir, Lou.. kalaupun aku bisa, aku akan melawannya dan terus memelukmu seperti ini"..
"Oh, come on.. Lou, jangan menangis lagi. Percayalah, aku tidak akan begitu saja meninggalkanmu. Kamu selalu ada disini.. ". Iya meraih tanganku dan meletakkannya didadanya. Di kursi yang sempit buat aku dan Ben duduk itu, aku memeluk tubuhnya.. menangis dan seakan tidak ingin melepaskannya.

Aku sudah tahu, umur Ben tidak akan lama lagi. Dari awal dia memberitahukan penyakit Leukimianya, dia melatihku untuk belajar menerima takdir dari hari ke hari. Namun, sekuat-kuatnya aku melatih diriku menerima keadaan akan ditinggalkan Ben, semakin terasa rapuh hatiku. Bagaimana tidak, setiap kali ia harus muntah darah dan menemaninya terbaring kesakitan di rumah sakit, selalu membuatku menangis.

"Kamu tahu, Lou?.. seluruh badan ini terasa sakit dan lelah tak terkira, tapi melihat senyummu, belaian tanganmu, dan pelukanmu.. membuat jiwaku sungguh lebih tegar dibandingkan badanku..", ucapnya ketika aku menemaninya setelah cuci darah karena ginjalnya yang sudah tidak lagi berfungsi baik.

"Andai saja ada yang lebih besar dari ini yang bisa aku lakukan supaya kamu sembuh dan menjadikan mimpi-mimpi kita menjadi nyata, Ben.. apapun itu, akan aku lakukan..", jawabku sambil membelai rambutnya.

"Lou..?" tanya Ben, membuyarkan lamunanku.
"Hmm..?"
"Pantai ini selalu indah ketika kamu memelukku seperti ini.."
"Ya.. dan sejak kamu datang dan menemaniku di rumah ini.."
 
"Berjanjilah padaku.. "

"Berjanji?.." tanyaku sambil bangun dari pelukannya dan menatapnya.

"Kamu akan menatapku ketika memandang pantai indah ini... agar akupun tahu, kamu tidak akan melupakanku, melupakan cinta kita.. ", jawabnya sambil tersenyum.

"Tentu saja.. kamu dan pantai ini, Ben.. adalah hidupku.."

"Setidaknya pantai ini tetap ada, setelah aku pergi.." 

"tentu saja.. "


-------------------------------------

Perputaran



Aku masih seperti dulu. Tidak berubah. Secara fisik memang tubuhku bertumbuh bersama waktu.
Ehm.. kecuali, Edward berniat menjadikanku vampire. (Ah, lupakan aku pernah menulis itu).
Bumi berputar dan selalu berputar. Berputar bersama segala sesuatu yang melekat padanya.
Aku membayangkan hal berputar ini seperti gadis kecil berbaju putih, menari balet, berputar dengan riangnya.

Mungkin disanalah hebatnya matahari dan bulan.
Dengan menyaksikan putaran itu, gadis kecil itu bisa tumbuh, tumbuh dan tumbuh hingga ia menjadi renta.
Ha. Nggak enak betul perumpamaanku.

Tapi, sekarang ini.. aku sedang menyukai kata perputaran itu. Segala sesuatu yang bulat, yang berputar dan melaju. Tapi bukan menggelinding.

Camkan, aku menulis ini bukan karena lucifer sedang istirahat. Tapi sepertinya sepasang malaikat menancapkan sesuatu dikepalaku.
Entah apa itu. Dan sepertinya itulah yang membuatku ingin menulis ini. Ditambah sedikit rasa takut, jika saja lucifer bangun menyeringai curiga.

Sebenarnya aku sudah lama menahan jemariku menulis kisah ini. Aku hanya menghindari bisul disekujur tubuhku. Aku tak tahan lagi.

Ini kisah nyata. Perputaran. Sedikit pelajaran menarik bisa kucuil darinya.
Siapkanlah dirimu dan jangan seperti vampire betulan.
Sesekali tariklah nafas, tersenyum, dan jangan lupa berkedip.

Monday, August 23, 2010

Repost: Lou | Dalam pelukan hening




Pelukannya sedikit mengurangi rasa sakitku. Aku bisa merasakan hangat dada bidangnya dipunggungku. Kemudian dia mengecup rambutku. "Masih sakit?", tanyanya. Aku membalikkan badan dan mencoba tersenyum. Tatapan mata yang penuh rasa cinta itu mendamaikanku. Masih dalam kemeja putih berlengan panjang itu, dia menyusulku yang terbaring ditempat tidur ini. Dia tahu aku sakit karena terluka. Aku membelai rambutnya yang hitam kelam itu dan membalas mengecup pipinya.

"Apakah begitu sakit?", tanya lagi. Aku mengangguk dan menangis. "Sshh...", dia mendiamkanku seraya membawaku kembali dalam pelukannya.
"Apapun yang membuatmu terluka hingga terpuruk seperti ini, Lou.. aku tidak akan membiarkannya.."
"Maafkan aku.., tapi mengapa aku kembali dilukai seperti ini..apakah aku tidak pantas dicintai?"
"Aku mencintaimu.. tapi lihat aku, apakah aku merasa pantas dicintai ketika aku harus meninggalkanmu?".


Pertanyaan yang sulit untuk kujawab. Aku mencintai laki-laki ini. Kami pernah tinggal bersama dirumah ini dan selalu bahagia dengan cinta yang kami punya. Menyusun cita-cita dengan rapi dalam angan-angan dan mimpi indah. Hingga suatu hari dia pergi meninggalkanku dalam kehampaan dan meremukkan jiwaku dalam waktu laraku. Sejak itu, sejak dia tahu aku terluka.. dia kembali mengunjungiku. Bukan untuk kembali bersama, tetapi hanya untuk menunjukan cintanya padaku. Itupun sudah cukup dan bisa kuterima lambat laun sampai saat ini.

---------------------

Sunday, August 22, 2010

Repost: Lou | Tepian Hati





Keindahan pantai Ben sudah tidak seindah ketika matahari masih menemaninya. Cahayanya sudah tergantikan dengan kerlip bintang dan beberapa lampu jalanan yang mulai menyala di pinggir jalan. Pedagang-pedagang di sepanjang pantai inipun mulai menyiapkan dagangannya untuk para penikmat malam pantai Ben.

Syl baru saja pulang setelah mengantarkanku berjalan ke rumah. Setelah mandi aku ke dapur membuat secangkir teh untuk diriku sendiri. Tegukan demi tegukan teh itu aku rasakan menghangatkan kerongkonganku, sementara pikiranku melayang mengenai kejadian hari ini. Masalah Nan dan kehadiran Syl. 

Hari ini mereka berbaur dengan hidupku, pikiran dan hatiku. Aku merasa terbebani. Untuk masalah Nan, aku ingin berteriak marah, tapi pada siapa? Siapa yang bisa aku salahkan? Lalu siapa yang memberikanku hak untuk marah?. Lantas untuk kehadiran Syl, hatiku juga tidak ingin menebak-nebak perlakuannya akhir-akhir ini, tapi layakkah aku pertanyakan?.. Dia hanya datang sebagai sahabat, apa yang salah disitu?.

Aku menarik nafas dalam-dalam. Ini salahku. Aku terlalu banyak menyimpan masalah orang lain, rahasia orang lain bahkan lebih dalam lagi, masalah dan rahasiaku sendiri. Mereka harus tahu, aku bukan malaikat pendengar setia. Aku tidak punya cukup banyak ruang dalam diriku untuk semua itu. Seandainya aku bisa melepaskan beban ini, tapi sayang aku tidak bisa. It's about one-way door in it.

 

Saturday, August 21, 2010

Aku akan kembali, Lou.




Lou..

Apa khabar?
Apakah kau masih menatap langit biru membentang di pantai itu?
Apakah kau masih melamunkannya?

Sangat rentan bagiku duduk sendiri disini.
Menatap langit biru seperti menatap wajah sendumu.
Hampa.
Adakah yang bisa aku lakukan selain merindumu?
Aku rindu memelukmu.
Aku rindu tangan yang membelai puncak kepalaku.
Tangan yang bergerak bersamaan dengan senyum merekah diwajahmu.
Itu menenangkanku, Lou.

Diteras atas rumahmu dulu. Aku memelukmu dipangkuanku.
Kita menatap langit yang menggantung indah di pantai dihadapan kita.
Menikmati setiap perubahan warnanya.
Putih, biru, kuning, dan kemudian malam menutupnya seperti layar.

Ah, Lou..
Kau tersandar di dadaku. Tertidur, hingga jantungku mampu merasakan desah nafasmu.
Entah siapa yang bisa membuatmu seperti itu.
Aku kah?.. atau pantai itu, Lou?

Rasanya tak adil, jika aku tak bisa mengalahkan pantai yang cintanya seakan lebih besar dari cintaku.
Sesempurna itu kah dia buatmu, hingga malam tak sanggup memberikanmu mimpi indah tentangku?

Waktuku tak lama, Lou.
Takkan kubiarkan rinduku membuncah tertahan.
Pantai itu telalu lama melenakanmu. Melupakanku.
Aku akan kembali.




Love,


Sylvester.

Friday, August 20, 2010

The A Team Vs Kung Fu Panda



Tenanglah. Duduk manis. Tarik nafas yang dalam dan keluarkan perlahan.

Itu bukan hasil gosipku kemaren, bukan juga hasil menguping Edward setelah berburu kemaren di Hollywood sana.
Kalian pasti tahu lah, kalau itu terjadi, Edward pasti sudah tahu duluan dan aku yang dengan baik hati akan mengutipnya di status FB maupun Tumblr ku itu.

Jadi, nggak usah rusuh. Aku hanya mengagumi kedua film Box Office ini dimana saat-saat aku merasa krisis dengan organisasiku sekarang. Sama ketika aku [sangat] [amat] mengagumi Twilight Saga walaupun konsepnya sangat jauh berbeda, aku menontonnya berulang-ulang, membaca novelnya berulang-ulang.

Beginilah kisahnya..

The A-Team adalah team veteran dari pasukan khusus US ARMY yang beranggotakan Lt. Templeton 'Faceman' Peck, Capt. H.M Murdock, Sgt. Bosco 'B.A.' Baracus, dan Col. John 'Hannibal' Smith sebagai pemimpin dari team ini.

Sama seperti disetiap organisasi, setiap orang anggota ini mempunyai keahlian dan karakter yang berbeda-beda.  Tidak ada yang tidak pintar, karena mereka berpengalaman dan profesional. Apa yang mereka kerjakan adalah seperti apa yang mereka rencanakan secara team. Dan jika rencana itu meleceng, mereka menggunakan keahlian mereka masing-masing. It works!.

Team dengan pemimpin yang bersahaja. Hannibal sangat percaya pada setiap keahlian masing-masing anggota teamnya. Murdock yang mampu menerbangkan helicopter dan pesawat apapun dengan caranya yang gila, Bosco dengan percampuran tehnik dan bisepsnya, dan Face dengan kepercayaan dirinya yang kuat dalam perencanaan.

Kepercayaan dan kerjasama yang baik dari atasan ini sangat berpengaruh dari cara kerja bawahan. Tidak ada perkataan yang membuat bawahannya ter-demotivasi. Menurun semangatnya.

Saat terakhir, ketika semua kehabisan ide untuk melakukan perlawanan berikutnya, Face mengajukan diri dengan rencananya. Hannibal?.. very pleased menjadikan Face pemimpin dalam misi berikutnya dan dia bersedia masuk dalam planningnya Face. Semua ikut, semua memberikan masukan. Dan mereka berhasil. What A-Team!

Lalu..

Wednesday, August 18, 2010

Ruang pikir





Anggap saja, ruangan di gambar itu adalah tempat kita biasa berkumpul. Tempat hiruk pikuk,dimana suara kita yang sepuluh ini berceloteh tentang apa saja. Tentang pekerjaan, tentang keberhasilan, kegagalan, gosip dan terutama sex.

Adalah topic sex yang lebih seru untuk membuat kita terpingkal-pingkal sampai terkencing-kencing, kaku rahang dan kram perut. Semua berlagak melebihi profesionalnya Dr. Boyke.
Tapi, hanya dengan itu rasanya beban hidup terselesaikan dengan begitu mudah.
Aku dan kalian.

Setiap dari kita ada yang datang menenteng makanan dari rumah dan kemudian membunyikan mulut seperti memanggil ayam, seketika kegiatan apapun terhenti.
Selain berkerubung dimana induk ayam dan makanannya bertengger. Hanya kita. Aku dan kalian yang begini.

Tidak ada yang lebih gila dari department kita. Tidak ada yang mengalahkan muncung-muncung tidak bertanggung jawab kita. Kita dan hayalan tinggi kita. Harus.

Seperti saudara-saudara kandung, pasti ada diantara kita yang nakal. Mengganggu saudara yang lain dan sempat bersitegang. Tapi itu bisa berlalu. Begitu saja. Walau tak terucap, kita saling menyayangi. Aku dan kalian, sadar itu.

Aku yang masih menempati meja ini selama hampir 7 tahun, seperti melihat gambar yang bergeser berganti dengan gambar yang lain, ketika satu persatu dari mereka yang pergi dan yang datang dengan rupa baru. Dan aku selalu membaca setiap rupa itu.

Sungguh, aku tidak suka ini. Semua seperti air. Mengalir. Tidak solid. Mereka yang pergi membuatku sedih dan mereka yang datang berusaha menyesuaikan. [dan belakangan pun pergi]

Ha. Disini tidak berlaku hukum rimba. Tidak ada yang ingin saling membunuh untuk menguasai ruangan ini. Kita mencintainya bukan? Ya, kita saling mencinta, juga dengan ruangan ini dan hiruk pikuknya.

Ah, aku
sudah kehilangan 4 sekarang. 4 dari 10 itu selama tahun ini. Begitu saja.

Ya.. seperti hidup, seperti umur.. semua akan berlalu seperti air mengalir. Begitu saja.


*dedicated to my beloved mate Ivan, thanks to be here.. to accompany me, all of us.. to make this room always alive.. all the best for you, buddy!*


Sunday, August 8, 2010

Jatuh

"I'm selfish, impatient and a little insecure. I make mistakes, I am out of control and at times hard to handle. But if you can't handle me at my worst, then you sure as hell don't deserve me at my best." - Marilyn Monroe.

Sini. Duduk sini. Aku mau kasih tahu.

Aku tuh lagi jatuh. Seakan seisi dunia runtuh, kalau mau dibilang aku lebay.
Ih, bukan!.. bukan jatuh cinta, makcik, pakcik!. Anda salah.
Kalau aku jatuh cinta | untuk kesekian kali, kalian pasti bisa baca dari raut mukaku dan segarnya pembawaanku. [yang bilang aku jatuh cinta lalu nenteng ikan segar, silahkan bikin berita acara dan menghadap aku hari senin]

Tapi kali ini lain. Aku jatuh, tapi justru menghancurkan isi dunia.
Aku seperti vampire muda, yang haus darah dengan mata masih merah menyala, dan siap menerjang siapa saja tanpa liat dia ganteng apa nggak. [Oh,.. rupanya aku lebih suka darah pejantan].

Ok. Percayalah, aku bercanda. Bukan pejantan saja, tapi hampir semua orang yang cantik dan seksi. [Gosh, aku curcol].

*menepuk kepala belakang, membetulkan letak otak kecil*

Gini, normalnya aku memang terlihat seperti biasa. Cekakak'an, sradak sruduk, dan pecicilan.
Tapi percayalah, ada yang tidak beres dengan moodku. Semua terlihat membosankan untuk dikerjakan.
Mau pura-pura mati, perutku pasti bunyi. Orang akan tahu aku masih hidup.

Flo nggak mau main boneka, atau nyusun blocks denganku. Aku nggak sabaran katanya. Nggak bisa jadi ibunya Lala, boneka berwarna kuning yang kaki dan tangannya panjang itu. Aku malah ditinggal ke 'pasar' dengan boneka monyet berbulu, babi, ikan paus dan barbie yang dimutilasi tangan dan kakinya.

Hubby ?.. dia lebih memilih mengajakku main catur, yang artinya menghina kesabaranku. Diam, mikir, dan hanya fokus pada pion hitam putih itu. [catat: aku nggak bisa main catur]

Mau jalan keluar?.. sudah kubilang, aku sedang tidak ingin melihat orang lain. Aku seperti vampire muda, ingat?.

Edward?.. Ziggy? .. Jacob Black?.. John Corbett?.. Jack Sully? ...
stop!..stop!.. mereka semua sedang tidak ditempat!!..

Hey! .. mendadak aku ada ide!... gimana kalau nonton ulang DVD-DVD bajakan tentang mereka semua??
Nah, gitu. Kreatif lah kalian untukku. Dari pada aku nulis blog cuma berisi pepesan kosong gini.

.
.

*matiin laptop*

multiple personality


*nah, sepertinya lukisan ini mewakili apa yang dibilang 'multiple personality'

Iya kan saja, biarkan aku bahagia.

Blog [lagi]

Ini iseng, teman. Aku tak bermaksud punya niat besar untuk membuat blog baru.
Ini hanya menuruti mata yang semakin larut semakin jalang sinarnya. Beruntung, ini malam minggu.

Dan sebelumnya, kalau kau mau tahu, aku berniat mengerjakan pekerjaan kantor yang lumayan penting. Tapi otakku beku. Bukan hari ini saja, tapi memang sejak beberapa hari yang lalu, bisa minggu, bisa pula bulan.

Terlalu banyak argumentasi yang melintas dipikiranku. Aku memang belum niat berpacu seperti dulu. Aku ingin merehatkan rasa berpacu itu. Tapi entah sampai kapan..

Tapi malam ini aku cukup puas dengan caraku membuat theme untuk blogku sendiri.
Semua, berhubungan dengan Edward. hahaha.

Karena aku selalu berfantasi tentang tokoh idolaku.. aku menyebut blog ini.. blog nya orang yang berkepribadian banyak. bukan lagi ganda..
Sudahlah,.. didunia cyber aku kan bisa jadi apa saja. Nggak usah protes.
Iyakan saja, biarkan aku bahagia..

Malam semuanya.
Related Posts with Thumbnails