Tuesday, August 31, 2010

Tentang Puak dan Edward (1)

"Never cut a tree down in the wintertime. Never make a negative decision in the low time. Never make your most important decisions when you are in your worst moods. Wait. Be patient. The storm will pass. The spring will come" -Robert H. Schuller.

....

[Hmm.. mari lupakan dulu soal badmood yang sedang bergolak itu.
Aku mau gunakan sebentar otak kanan ini. Dan sebentar, aku mau menghayal.
*nenggak 1 strip antimo*]

Keadaannya sekarang, akan seperti ini.
Anggaplah aku masih lajang. Tidak terikat dulu dengan siapapun.
Kenapa?.. Ini dunia hayal Puak. Puak Cullen.
Seperti yang kubilang, blog ini akan memunculkan banyak karakter seorang Puak.
Terserah kemudian aku akan disebut apa. Tapi tolong catet, no personality disorder. Gila, iya.. hahaha.
(kalem..)

Jadi, kali ini aku tetap menjadi Puak Cullen. Meski aku menyandang nama Cullen, aku belum menikah dengan Edward Cullen.
Aku hanya kege-eran memakai nama itu karena suatu hari aku percaya Edward bakal menikahiku. (Ingat! Aku dianggap lajang saat ini).

Pada awal aku bertemu dengan Edward, dia sudah berstatus duda. Dia tidak lagi menikah dengan Bella karena wanita itu sudah mati di tangan vampire jahat. Seorang vampire baru yang masih tidak bisa menahan dirinya untuk membunuh siapapun. Manusia, hewan, bahkan vampire. Namanya Coro. Cukup keren untuk nama seorang vampire.

Waktu itu Bella lagi cekcok dengan Edward gara-gara Bella tak jujur. Mentang-mentang Edward tidak bisa membaca pikirannya, Bella menggunakan kesempatan itu untuk bisa berpacaran lagi dengan Jacob. Benar-benar tidak tahu diri.

Mungkin pernikahan itu memang sudah diambang kehancuran, jadi mereka pun pisah ranjang. Jarang bertemu. Mereka tidak lagi saling peduli, layaknya selebritis yang sibuk dengan urusannya masing-masing.

Ketika Coro membunuh Bella, Edward sedang berburu sendirian. Tadinya dia sedih, tahu Bella hancur berkeping-keping dan menyesal karena membiarkan Bella sendirian. Tapi, karena melihat Jacob waktu upacara pembakaran tubuh Bella, Edward merasa biasa saja. Hanya hampa.

Hari-hari pun berlalu. Edward merasa hidupnya kembali seperti dulu. Sendiri dalam malam panjang yang tak berujung.
Meskipun umurnya sudah 110 tahun, Edward tetap terlihat 25 tahun. (Disini dikisahkan sejak menikah dengan Bella, umurnya bertambah beberapa tahun dan diikuti dengan pertumbuhan fisik sesuai umur :D ).

Aku bertemu Edward di saat yang tidak pernah kusangka.
Siang itu, matahari sedang terik-teriknya. Panasnya minta ampun.
Aku ada meeting dengan customerku di salah satu gedung bertingkat 25 di jalan Sudirman, dan keluar dari sana sudah jam 2 siang.
Disekitar gedung itu ada taman kecil. Sebelum pulang, aku sempatkan ke taman itu dimana aku tahu ada tukang es cendol Bandung suka mangkal.

Abang tukang cendol menyerahkan gelas penuh es cendol ke tanganku tak lama setelah aku duduk disalah satu bangku taman. Sambil menikmati pemandangan, aku sedikit melamun jorok. Mengingat ketika customer ku pria bule itu sempat mencolek pantat sekretarisnya sebelum meeting dimulai. Aku tahu itu dibuat seperti tidak sengaja, tapi reaksi sekretarisnya yang melirik nakal dan manja itu menjijikan. Percayalah, aku tidak iri, dan tidak ingin, walau bule itu tampan. Mataku hanya tidak menerima bule itu mencolek pantat lelaki. Iya, sekretarisnya lelaki!. Gimana aku tidak berpikir jorok sesudahnya.

Aku tidak ingat suapan ke berapa ketika tiba-tiba gelasku jatuh terlepas dari tanganku. Gelas kaca itu jatuh menimpa pinggiran bangku taman yang keras kemudian pecah dan setengah es cendol yang tersisa itu berhamburan. Es, air, dan cendol menciprati wajah dan bajuku. Aku sempat melihat beberapa saat seseorang sekelabat melewatiku. Tepatnya, menabrakku dan kemudian pergi.

"Hei!.. kalau jalan, pakai mata dong!", teriakku pada orang yang baru saja lewat itu. Tidak ada jawaban. Hanya si abang es cendol yang lagi jongkok mengumpulkan beling melongo menatapku. Mungkin si abang tidak melihat orang itu karena sepertinya cuma aku dan dia yang berada di sekitar itu.

Sudahlah, pikirku. Akhir-akhir ini memang banyak orang yang tidak bertanggung jawab. Suka seenaknya dan selalu akan beginilah negeri ini sepertinya. Akupun berdiri dan membayar es cendolku. Pikiran tentang orang yang menabrakku tadi masih bermain diingatanku.

Aku baru beberapa langkah berjalan menuju parkiran, suara seseorang memanggil namaku. Aku menoleh ke arah suara itu.
Seorang lelaki berdiri dibawah pohon berpakaian rapi lengkap dengan jas hitamnya. Mungkin dia kerja disekitar sini.

"Kamu Puak?", lelaki itu bertanya sambil melangkah ke arahku. Ia berhenti kira-kira 2 meter dihadapanku.

Tadinya aku berpikir lelaki bule ini adalah salah satu customer yang aku temui di ruang meeting tadi. Ternyata tidak, orang ini lebih muda dan lebih tampan. Matanya berwarna hijau seperti warna kesukaanku.

"Puak?", tanyanya lagi menyadarkanku.
"Oh,.. iya, aku Puak, emang nape?". Biasa, kalau tak sadar, gaya preman kali codet keluar begitu saja.

"Kamu bisa lihat aku?". Matanya terus menatapku.
"Ya, bisa lah eii.. emang kamu nggak bisa lihat aku?", tanyaku curiga.

Lelaki itu tersenyum. Rasanya baru minum bir bintang 1 can aja aku sudah mabuk. Ondeh! Udah ganteng, senyumnya maut pulak.
"Jelas aku bisa melihatmu, Puak.. kalau tidak, mana mungkin aku memanggilmu?"

Aku mengernyitkan alisku dan kemudian bertanya,".. dari mana kau tahu namaku?". Perasaanku, dia bukan salah satu bule yang aku temui di gedung tadi.

Lagi-lagi, dia tersenyum. Agak mencondongkan sedikit kepalanya, dia berkata, .. "kau tahu?.. aku vampire!" dan mata hijau lembut itu menunggu reaksiku.

Beberapa detik aku melongo dan baru sadar ketika mulutku terasa kering ketika angin bertiup.
"Hahaha...!.. Vampir?.. kau bilang kau vampir??", aku tertawa terbahak-bahak.
Lelaki itu mengangguk tanpa berkedip dan terus menatapku menunggu reaksiku selanjutnya.

Aku melambaikan tanganku, seakan-akan ingin membuat matanya berkedip. (Risih juga kali diplototin orang ganteng).
"Udahlah, bang.. jangan mimpi siang2 terik begini..", ucapku sambil melangkah pergi melewatinya.

Dia menahanku dengan menyentuh tanganku. "Jangan pergi", katanya.
Akupun menghentikan langkahku.

"Dengar, puak.. aku bukan abang.. aku vampir. Sungguh-sungguh vampir..!"
"Baiklah, Mpir. Siapapun kamu, aku nggak peduli. Aku mau pulang.. ".

"Tapi aku mau minta maaf, puak.."
"heh?"
"tadi aku yang menabrakmu hingga gelasmu jatuh. aku tadi tidak sengaja.."
"................"
 
"nah, sekarang kau percaya kan, kalau aku vampire?". Senyumnya mengembang.

"Bodoh!.. sekarang aku tahu justru kau itu hantu!!!"

Akupun berlari tunggang langgang meninggalkan parkiran yang lengang itu tanpa menoleh lagi kebelakang.
Bersambung..

10 comments:

  1. hihih....saking buru-buru nabrak pu'un terus nyebur ke got..lalu..bangun dari mimpi yang buruk itu...sigh..

    ReplyDelete
  2. oalah, dasar wong lagek mendem Antimo...

    ReplyDelete
  3. @Riris.. hahaha.. jangan ngarang2 deh.. :))

    @Wiwik.. ini cerita romantis nduk!.. bukan opera van java.. :D

    @GM.. sing ngajarke kowe kok.. kowe panadol sak setrip, aku antimo wae.. wkwkwkw

    ReplyDelete
  4. hahahaha aku ngakak siang2!

    ya ampyuuun! jd mas eh bang edward imigrasi ke indonesia skrg? wah jgn smp ketemu pak raam punjabi, tar ditawarin maen sinetron saking gantengnye

    hahahaha

    btw, cara penulisan kamu bagus lho ;)

    ReplyDelete
  5. Aku hanya kege-eran memakai nama itu karena suatu hari aku percaya Edward bakal menikahiku.



    1 kata aja wak.
    NGAREP!!!

    ReplyDelete
  6. @Enno.. hehehe... nanti kubilang sama Edward, jangan mau main sinetron. Entar nangis mulu.. wkwkwk..
    thanks ya, udah mampir.

    @Ujang.. hahahaha... sirik aja kau jang. Biarkan orang tua ini bahagia sama hayalannya jang! :p

    ReplyDelete
  7. Ouw... pertemuan yang gak romantis sama sekali. Tapi kayak pelem india ya, pertemuan pertamanya marah-marah dan berantem dulu plus ogah-ogahan, tapi lama-lama jadi suka, hahaha....

    lanjut ke episode berikutnya... (semoga tidak lagi joget di taman) :D

    ReplyDelete
  8. Wakakaka... kocak abisss...
    Lanjutkan!!!

    ReplyDelete

Related Posts with Thumbnails