Friday, August 27, 2010

SylLou [1]



Hujan yang mulai menitik jatuh di permukaan luar dinding kaca, membuyarkan lamunanku.
Sudah hampir 30 menit aku menunggu di sini. Di sudut lobby sebuah gedung kantor yang megah.
Kopi dalam cangkir plastik ditanganku mulai berkurang uapnya. Aku menyesap dan menenggaknya sampai habis.
Berdiri dari kursi bar yang tinggi itu, aku melepaskan jas yang mulai membuatku berkeringat dan menyampirkannya dilengan kiri.

Aku melirik pergelangan tangan kananku. 5.30 sore. Orang yang aku tunggu belum juga keluar dari salah satu deretan pintu lift di seberang sana. Tidak ada janji hari ini. Aku hanya ingin menunggu dan melihat reaksi.

Dia tidak mungkin terlewat dari pandanganku. Aku pasti mengenalnya dari sekian banyak karyawan kantor ini yang mulai keluar masuk sejak 30 menit yang lalu.
Benar saja. Itu dia. Itu Louisa.

Perempuan itu tidak berubah. Penampilan sederhananya dengan raut wajah yang selalu menghantui malam dan kesendirianku.
Ia mengenakan kemeja pink lembut dan rok kerja selutut berwarna coklat. Rambut ikalnya dipotong sebahu.
Menawan. Aku sampai lupa apa tujuanku datang ketempat ini.

Ia berjalan keluar lobby menuju parkiran motor. Aku mengikutinya dari belakang dan menenangkan hatiku untuk mampu bersikap baik ketika hal yang tidak aku inginkan terjadi.

"Lou.. ", panggilku pelan dan percaya dia bisa mendengarnya.
Perempuan itu menoleh, diikuti gerakan badannya yang kini menghadapku. Matanya terbuka lebar. Terkejut menatapkanku.
Ia tersenyum!..

"Syl?, kau kah itu?"
, tanyanya nyaris berbisik.
Aku melangkah mendekatinya, membalas senyumnya yang kembali menggetarkan dadaku.

Mataku tak lepas menatap matanya. Masih mata yang dulu, sendu namun tegas memandangku.
"No hugs?" , tanyaku setelah kami berjarak hanya selangkah. Berhadapan. Aku membuka kedua lenganku.

Dan disana.. seperti yang aku harapkan. Lou menyambutku. Aku memeluknya dengan kerinduan yang semoga ia bisa merasakannya.
"Apa khabar, Lou?.." bisikku, merendahkan kepalaku sejajar dengannya.
Perempuan itu diam dalam pelukanku.

Beberapa detik kemudian ia melepaskan sentuhan tangannya dari punggungku. Menatap dadaku.
"seperti yang kau lihat, Syl. Aku baik-baik saja". Tersenyum, kemudian ia menatap mataku.

Lou, maafkan aku. Pandangan itu membuatku kembali merasa bersalah.
Aku berjanji Lou, takkan adalagi cerita sedih dan air mata.
Buka lagi pintu itu untukku. Biarkan aku masuk.

2 comments:

Related Posts with Thumbnails