Monday, October 25, 2010

Kabur..

Hari ini,.. hari Senin..

Selagi otakku masih ingin menikmati senin ini dengan caranya sendiri.. selagi pantatku masih menyesuaikan posisi yang pas dibangku kerjaku pagi ini, dan selagi hatiku masih dipenuhi euforia weekend dengan keluarga dan membaca ulang 'Eclipse' untuk kesekian kalinya...

Dengan ini aku mengumumkan informasi gak guna: Aku mengekspor semua data dalam blog ini ke blog pertamaku dulu http://mbakpuak.wordpress.com.

Kenapa?
Karena aku ingin.


Sudah ya,.. aku mau kabur lagi..


Sekian.

Tuesday, October 19, 2010

Langkah


Jiwaku terganggu.
Kalau dulu sedikit tak beres dengan otakku, nah sekarang jiwaku.
Manusia pintar bilang, itu penyakit gila.

Benarkah begitu? Nggak juga, buktinya aku masih tahu sama duit, masih tahu sama vampir ganteng (baca: Edward Cullen), masih tahu nama-nama orang disekitarku, dan masih bisa ngitung jari tangan dan kakiku.

Yang kata orang 'live is never flat', yaah.. sedikit banyaknya boleh kubilang: benar juga.
Aku sombong. Catat itu, supaya setan bangga mengetahuinya.
Aku pikir hidupku belakangan ini cukup aman untuk dipertahankan. Flat. Biasa saja.
Yang penting aku happy.

Tapi kisanak, yang kata orang 'no body cares when tears of the clown falls down' (Jiahh,.. Mariah Carey banget), aku bisa bilang itu bener juga.
JADI, maksudmu aku baduuutt?????... Gini, pintarlah dikit, jangan terlalu diambil hati kalau orang menyebutkan istilah yang aneh2. Itu biar keliatan lucu sebenarnya.. hihihi... (semoga ini bukan salah satu ciri penyakit gila itu).

Ada beberapa waktu jalanku selalu mulus. Aku menyelesaikan masalah2ku dengan baik. Apa yang aku inginkan secara mendadak, simsalabim abrakadabra, terpenuhi. Rasa syukur selalu terucapkan, disetiap doa yang terucap sekalipun harus meladeni pikiran yang bercabang kemana-mana.

Audience: Pertanyaan!.. Pertanyaan!

Puak: 'yak, yang baju merah! silahkan..' (dari tampang, kayaknya idiot)

Baju Merah: dimana letak nya jiwamu yang terganggu??

Puak: *pasang muka ramah, - don't judge a book by its cover, puak*

Ok.. ada sesuatu di tempat yang agak tinggi dari jalanku yang kubilang mulus ini, yang penasaran ingin kuraih. Malaikat dan Setan dalam diriku sempat berdebat kusir apakah aku harus meraihnya atau tidak. Lucu, aku yang punya hajat, mereka yang ribut. Pening aku, bah!

Ternyata, jalan menuju kesana tak semudah yang kukira. Ada saja yang membuatku tersandung, terjatuh, bahkan terluka. Padahal kalian tahu?.. aku hanya berjalan!. Tidak naik ojek, ataupun nebeng taksi lewat ber'tarif bawah' atau juga terbang digendong Edward.. (ehm)

Duduk ditepi tebing dengan air sungai deras di bawah sana, aku istirahat dan merenung. Tenang saja, aku tak berniat menjatuhkan diri dan mengakhiri hidupku sia-sia dengan meloncat ke bawah. Aku hanya butuh mengistirahatkan dengkul dan betisku serta sedikit merenung.

Jika dengan berjalan kaki saja aku sudah begitu merasa lelah, apalagi berlari. Berkuras energi.
Nah, baju merah, bisakah kau lihat sekarang, kalau jiwaku terlihat terganggu sekarang??

Aku masih duduk di tepi tebing, aku belum melanjutkan langkahku.
Aku masih terpana dengan pemandangan di sekitarku.

*terdengar audience kecewa*
.

.

Tuesday, October 12, 2010

Tentang Puak dan Edward (3)

Aku mau tanya. Apa yang membuatmu bisa tidak menyukai orang lain?.. Penampilannya kah?.. Kelakuannya kah?..
Ah, lupakan pertanyaan itu. Aku hanya berharap, itu adalah kalimat pembuka yang bagus, di saat aku sibuk dengan strategi, presentasi, dan activity plan .. dan di saat aku tidak punya ide menulis apapun, selain karena Riris Ernaerni yang terlahir bawel itu menagih janji, seperti debt collector koperasi simpan pinjam  di ... FACEBOOK!


Cerita sebelumnya:
- Tentang Puak dan Edward (1)
- Tentang Puak dan Edward (2)
............

Aku nyesel sebenarnya nulis kata 'bersambung' di akhir cerita dan nomor di belakang judul : Tentang Puak dan Edward. Seperti berhutang budi. Padahal, cerita aku dan Edward kan nggak mengalir begitu saja. Harus melalui proses mimpiin Edward dulu, trus dia datang, dan meninabobokkanku.
*ngasih kantong buat yang mabuk laut*

Jadi cerita Edward gendong aku itu bener adanya. Rencana semula memang gendong depan, tapi karena baru pertama kali gendong aku, dan dia takut terjadi bahaya nyungsep waktu landing, jadilah aku gendong di belakang saja. Kita melayang menuju parkiran dimana jaguarku diparkir.

Jaguar.. kalian tahu jaguar itu kan?.. bukan, bukan pelawak.. itu Cagur, bodoh!.. tapi mobil mewah!.. ah, bisa kutebak,.. di mimpi pun bahkan kamu tak pernah merasakan menumpanginya apalagi mengendarainya. Benar, kan??

Siang itu Jakarta macet, panasnya terik, tapi nggak berasa kalau dalam gendongan Edward. Tapi.. memang, setelah landing nggak ada bedanya seperti habis naik bajaj. Getarannya sama, baunya sama dan kusutnya juga sama. Sampai di parkiran, udah kayak orang2an sawah.. sumpah, nggak ada satupun burung pipit yang melirik.

"Puak?..", tanya lelaki ganteng itu. Dia masih menggendongku. Aku masih bengong.
"Puak?.. Beib?", tanyanya lagi. Ah, nikmatnya panggilan itu. Aku menguatkan pelukanku di lehernya.

Edward melirik ke belakang, wajahnya hanya berjarak 20 milimeter dari wajahku. "Aku pegel. Bisa turun dulu nggak.. kalau kau nggak turun, kita berdua bisa ambruk, puak..".

Aku tersenyum. Manja. Membayangkan ambruk berdua saja, sudah membuatku berdenyut di beberapa titik. Malu dengan lamunanku sendiri, aku pun melorot dari punggungnya.

Tak berapa lama kemudian, kami sudah berada dalam Jaguar itu. Dia berada dibelakang kemudi. Aku duduk disebelahnya. Sesekali dia memandangku dengan matanya yang hijau itu. Ganteng sangat. Ingin salto ditempat rasanya dipandang seperti itu.

"Kok kamu liat-liat aku sih?". Semoga ini salah satu kalimat romantis yang pernah ada.
Dia tersenyum.

"Emang kalau aku lihat kamu, kamu selalu gelisah seperti itu ya?", tanyanya.

"Nggak juga.. aku merasa cantik aja dipandang begitu", jawabku polos. [Begini ini nih, yang suka bikin semua skenario melenceng]

Edward ngakak. Ngakak aja ganteng, bok!.
"Kamu pede ya, puak... aku suka". [Puak: Alhamdulillah, Ya Allah!]

"Belok kiri, Edward.. ", ucapku waktu kami hampir melewati sebuah perapatan. 
"Kamu tinggal di daerah sini, Puak?", tanya Edward ketika melewati rumah2 megah dan mewah di kanan kiri jalan yang kami lewati.

Aku menggeleng sambil menjawab,"nggak.."

"Trus..??"

"mau naro jaguar di kandangnya..",
jawabku santai.

"aku nggak ngerti".


"kau pikir jaguar ini punyaku?.. ini punya boss-ku. Mau tak balikin, tadinya ban depan sana bocor.. aku disuruh bawa ke bengkel khususnya.. trus, langsung tak bawa meeting.. dan sekarang mau tak balikin...
hmmm.. jangan bilang kalau kamu cowok matre Edward....".


Edward menggeleng. Menyesal?
"Nggak.. aku bisa punya lebih dari ini. Aku cuma mikir.. setelah kita mengantar jaguar ini.."

"Emang kenapa, setelah itu?",
tanyaku heran. Bulu kudukku meremang.

"Kamu nggak tahu?"

"nggak..".
Mati deh gue, kalau tahu umpannya Jaguar, mending tadi nggak dibalikin dulu.

Ia menarik nafas, bibirnya menahan tawa sekaligus duka.
"Aku nggak tahu, ungkapan ini pas apa nggak.. hmm.. luka lama berdarah lagi".

"luka?.. ini ada hubungannya sama masa lalu kamu?"

"berarti ungkapan tadi salah. bukan, puak.."

"trus..?.. jangan berbelit2 dong.. mati penasaran kata orang nggak enak, tauk!"

"hihihi.. kamu yakin nggak tersinggung?.. aku pembunuh tubuh, tapi bukan pembunuh hati dan jiwa, puak.."


Ini bukan rasa takut lagi yang timbul. Gemes. Ganteng tapi pekok. Ngomong aja ngelantur kemana-mana.
"Udaahh.. ngomongnya buruan. Udah mau sampai tuh.."

"Nanti aja ya, kalau udah nyampe dan kamu balikin jaguar ini", jawabnya santai.

"ok..".


Setelah aku mengantar jaguar itu dengan sejumput tips dari pembokat rumah (kirain sopir beneran kali), aku melangkah cepat menuju pohon dimana Edward sedang menungguku.

"Sekarang apa?", tanyaku menahan sabar.

"Kita jalan kaki aja, ya?". Ia memohon dengan tatapan ingin dikasihani.

"Dodol!... bilang aja sih, kalau punggungmu masih pegel gendong aku tadi..!!", ucapku sambil melipat tangan di dada. Sebel. "Ayolah, jalan. Nanti kalau ada mikrolet.. kau yang bayar ongkosnya ya!", ancamku.

Edward tidak menjawabku, tapi memelukku sebagai ungkapan terima kasihnya dan bersedia bayar ongkos mikrolet.
Akhirnya sore itu aku berjalan bergandeng tangan dengan Edward.

Bersambung, gak ya? :D
Related Posts with Thumbnails